PERILAKU KOMUNIKASI
NONVERBAL
JERMAN vs INDONESIA
Paper ini disusun dalam rangka untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Manajemen Humas
Dosen Pengampu: Naviah Kaviati, S.T.
Disusun oleh :
INA AFIFAH
NIM : 10141007
S1 MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TERPADU
YOGYAKARTA
2012
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang
selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat,
norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Pada kenyataanya seringkali
kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan
perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti masalah
perkembangan teknologi, kebiasan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda
asal daerah atau cara-cara yang menjadi kebiasaan (bahasa, tradisi atau norma)
dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain. Dari sebuah hubungan
interaksi sosial itu menimbulkan suatu budaya baru yang berawal dari sebuah
proses akulturasi budaya.
Perlu mengetahui dan memahami bagaimana
sebuah Negara berbudaya dan berkomunikasi dalam komunikasi antarbudaya sehingga
dengan demikian kita akan memahami perbedaan dan kesamaan budaya kita dengan
budaya orang lain, begitu juga dengan kita memahami bagaimana komunikasi yang
dilakukan oleh orang Jerman yang budaya jerman seperti layaknya budaya barat
pada umumnya sangat berbeda dengan komunikasi ala Indonesia yang berkonteks
tinggi dimana kebanyakan pesan bersifat implisit, tidak langsung, dan tidak
terus terang dan bisa dikatakan lebih banyak menggunakan bahasa nonverbal dalam
berkomunikasi. Budaya jerman dan budaya barat (eropa barat, Amerika, dan
Australia) yang berkonteks rendah ditandai dengan pesan lebih bersifat verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung,
lugas,
berterus terang, menekankan
komunikasi langsung dan ekplisit: pesan-pesan verbal sangat penting, dan
informasi yang akan dikomunikasikan disandi dalam pesan verbal.
Dari budaya konteks tinggi seperti yang
telah disebutkan, tidak menutup kemungkinan bahwa orang-orang/masyarakat Jerman
tidak pernah menggunakan bahasa nonverbal dalam berinteraksi. Oleh karenanaya,
penulis ingin sedikit mengulas tentang keunikan bahasa nonverbal yang dilakukan
oleh orang-oang Jerman pada umumnya dengan memberikan bandingan bahasa
nonverbal dari orang-orang Indonesia.
PERILAKU NONVERBAL A
LA JERMAN & INDONESIA
Setiap budaya memiliki kekhasan
tersendiri termasuk dalam segi komunikasi nonverbal yang dilakukan oleh
orang-orang Jerman, walaupun pada dasarnya sebagian isyarat mereka ada
kemiripan dengan budaya bangsa Indonesia, tapi ada terdapat perbedaan sehingga
membuat suatu Negara memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri dalam
mengungkapkan sesuatu. Berikut adalah beberapa contoh perbedaaan perilaku
nonverbal antara orang Jerman dengan orang Indonesia :
- Dalam berjabat tangan ada pengecualian dari jerman umumnya orang jerman baik pria ataupun wanita tidak suka menyentuh apalagi memegang sesama jenis kecuali mereka mau dipanggil gay atau lesbi sedangkan di Indonesia, berjabat tangan sesama jenis saat bertemu adalah hal yang wajar, bahkan terkadang untuk kalangan tertentu di Indonesia, cipika-cipiki juga merupakan hal yang wajar.
- Di Jerman kaum wanita seperti juga kaum pria biasa berjabatan tangan dalam pergaulan sosial sedangkan di Indonesia, berjabat tangan lawan jenis bisa menjadi hal yang wajar tapi bisa menjadi hal yang dilarang jika dilihat dari sudut pandang islam.
- Di Jerman, pemuda yang menggandeng bahu sesama jenis dikatakan gay, sedangkan di Indonesia tidak jarang seorang pemuda menggandeng bahu temannya ketika berjalan kaki menyusuri trotoar tanpa ada kekhawatiran dikatakan homo, dan perilaku tersebut di Indonesia lebih menandakan keakraban kekerabatan maupun kekeluargaan
- Di jerman, acungan jempol juga dapat berarti satu, isyarat seperti ini terkadang digunakan oleh orang jerman untuk memesan satu (botol atau gelas) bir kepada pelayan sedangkan di Indonesia acungan jempol mungkin mengatakan bagus, oke, sip atau beres.
- Untuk menunjukkan istimewa (excellent) terkadang orang jerman mempertemukan ujung jempol dan telunjuk (membentuk lingkaran) dengan meninggalkan dan membiarkan ketiga jari lainnya berdiri sedankan di Indonesia, isyarat ini untuk menunjukkan bahwa segala sesuatunya sudah beres.
- Di Indonesia menyentuhkan telunjuk kanan di kening dengan posisi miring menjunjukkan bahwa seseorang itu sinting sedangkan di Jerman hal ini dilakukan dengan nenunjukkan telunjuk sebelah kanan ke kening sebelah kanan pula. Isyarat ‘gila’ di Jerman bisa berarti “pikirlah pakai otak” atau sebagai tanda untuk berpikir.
- Orang jerman sangat lazim menunjukkan sesuatu dengan telunjuk kepada atasannya semisal seorang atasan bertanya “dimana buku saya ?” sedangkan di Indonesia, hal tersebut adalah merupakan ketidaksopanan. Orang-orang kita biasanya menggunakan ibu jari menghadap ke atas dengan arah menunjukkan tempat/benda tersebut.
- Orang Jerman mengetuk-ngetuk meja dengan semua jari yang ditekukkan sehingga tangan terkepal ini bertujuan member applause seseorang, di Indonesia seseorang memberikan applause dengan menepuk-nepukkan kedua telapak tangan dan terkadang diiringi dengan berdiri untuk lebih menjadikan orang yang diberi applause itu istimewa.
- Orang Jerman menyuruh orang lain diam dengan cara meletakkan jari telunjuk di bibir sambil mengatakan “ssstt” hal ini mirip dengan apa yang dilakukan di Indonesia, tapi di Indonesia bisa juga dengan menempelkan ujung jari-jari tangan kanan ke telapak tangan sebelah kiri atau sebaliknya sehingga membentuk seperti huruf ‘T’, bisa juga dengan mengatup-atupkan antara ibu jari dengan dua jari di atasnya (telunjuk dan jari tengah)
- Orang Jerman meletakkan jempol ke lubang telinga, membiarkan kelingking berdiri dan menekuk ketiga jari lainnya, isyarat seperti ini berarti mengatakan”mari kita bicara lewat telepon nanti”, sama seperti di Indonesia hanya saja terkadang di Indonesia ditambah dengan tangan digerak-gerakkan.
- Dijerman isyarat yang buruk seperti mengacungkan jari tengah dapat membawa pelakunya ke meja hijau karena sudah termasuk pelanggaran yang sangat berat, sedangkan di Indonesia isyarat seperti itu memang sangat tidak sopan tetapi bisa tidak sampai membawa pelaku ke meja hijau.
- Di jerman memberikan bunga mawar merah kepada wanita dianggap sebagai suatu undangan yang romantis, tetapi menjadi tidak baik jika dikaitkan dengan hubungan bisnis.
Tanpa memperhatikan dengan
sungguh-sungguh bagaimana budaya mempengaruhi komunikasi, termasuk komunikasi
nonverbal dan pemaknaan terhadap pesan nonverbal tersebut, kita bisa gagal
berkomunikasi dengan orang lain. Kita cenderung menganggap budaya kita, dan
bahasa nonverbal kita sebagai standar dalam menilai bahasa nonverbal orang dari
budaya lain. Bila kita langsung berkesimpulan tentang orang lain berdasarkan
perilaku nonverbalnya yang berbeda itu, maka kita terjebak dalam etnosentrisme.
Etnosentrisme bisa diartikan kecenderungan untuk menilai kelompok lain dengan
standar, perilaku, dan adat atau kebiasaan dalam kelompoknya, serta melihat
kelompok lain lebih rendah dibandingkan kelompoknya sendiri(Mulyana &
Rakhmat:77) sederhananya dapat diartikan menganggap budaya sendiri sebagai
standar dalam mengukur budaya orang lain dan disadari atau tidak, kita sering
mengganggap kelompok kita sendiri, negeri kita sendiri,budaya kita sendiri,
sebagai yang terbaik, yang paling bermoral.
KESIMPULAN
Seluruh keberhasilan proses komunikasi
pada akhirnya tergantung pada efektivitas komunikasi, yakni sejauh mana para
partisipannya memberikan makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Pada
gilirannya, latar belakang budaya partisipan yang acapkali berbeda akan sangat
menentukan efektivitasnya itu. Oleh karenanya, memahami budaya adalah merupakan
prasyarat penting dalam keberhasilan komunikasi.
Pentingnya pesan non verbal ini
misalnya dilukiskan dengan frase, “bukan apa yang ia katakan, melainkan
bagaimana ia mengatakannya” . Lewat perilaku non verbalnya, kita dapat
mengetahui suasana emosional seseorang.
Betapapun banyaknya kata-kata yang
digunakan sebagai bahasa verbal di dunia ini, akan lebih kompleks ketika ada
pendampingnya yakni bahasa nonverbal. Dapat dikatakan bahwa secara sederhana,
bahasa non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata, mencakup semua
rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, dan
bermakna bagi orang lain.
Sumber :
http://dewey.petra.ac.id/dts_res_detail.php?mode=extended&knokat=6785
Mulyana,Deddy.2005.Komunikasi Efektif
suatu pendekatan lintas budaya.Bandung.PT.Remaja Rosda Karya
Semoga
bermanfaat ^.^
No comments:
Post a Comment