Aku tau, mungkin semua orang di dunia tidak
pernah suka dan tidak pernah menghargai sesosok makhluk yang berlabel pelacur.
Pelacur hanya tak ubahnya seonggok daging yang busuk, bau lagi menjijikan..yang
hanya dibutuhkan ketika daging-daging segar tak mau disentuh oleh sekedar
tangan yang nista dan yah, lebih nista dari daging ini. Ah, akupun muak ketika
tanganku mulai menjentikkan kalimat-kalimat deskripsi hidupku yang sebenarnya
mungkin sudah sering didengar dan diberitakan di media massa abad ini.
setidaknya kalian bisa merasakan sedikit dari ruas hidupku.
Brakk..“sumarni itu anakmu pak!
Mbok jangan dibentak dan dipukuli seperti itu” suara sedu sedan dini hari
memenuhi ruang keluarga Haji Parno, ayahku “Bagaimana tidak bu? Anak yang kau
bangga-banggakan telah menjadi pelacur! Pelacur yang lebih hina dan lebih najis
dari liur anjing liar! Dia telah menghancurkan nama baik keluarga Haji Parno!”
gigi ayahku gemeletuk, tangannya mengepal seolah urat-urat lehernya juga mau
keluar, matanya merah menyala sementara aku masih mematung di ujung dinding
dengan muka bengap dan darah mengalir di sudut bibirku. Padahal aku hanya
bertemu Partono di belakang sekolah, tak lebih “tapi pak, tolong beri
kesempatan Marni untuk menjelaskan dan memperbaiki kesalahannya” rengekan ibuku membuat kepalaku semakin pening
dan semuanya menjadi gelap tak terperi. Doa ayah terdengar Tuhan
Perlahan kubuka mataku,
mengerjap-ngerjap karena kilau sinar matahari yang menembus jendela kamarku
memantul ke guci marmer yang dihadiahkan ayahku dari Singapura ketika usiaku 17
tahun. Aku bukan orang miskin, sangatlah bukan! bahkan Haji Parno adalah orang
terkaya di kampungku, 25 tahun silam. Ayah adalah seorang pejabat pemerintah
yang sangat dipercaya oleh kalangannya, ia diberi inventaris sebuah mobil dinas
dan rumah yang lebih mirip apartemen seperti yang sering aku lihat di televisi
hitam putih, sedang ibuku mempunyai usaha bordir yang sangat laris bahkan
sampai kalangan ibu-ibu pejabat menghiasi gaun-gaun mereka dengan bordiran
ibuku dan kami tidak pernah sekalipun hidup dalam kekurangan dan kesusahan
harta benda.
Dalam kehidupan banyak warna yang
tak dapat terlukis jelas seperti ketidakjelasan yang selalu mewarnai kehidupan
itu sendiri, warna kelabupun mengambil haluan menghampiri jalan hidup kami
setelah sekian lama hidup tenang tanpa masalah.. “loh, marni itu rumah kau
ramai sekali ada kejadian apa yang menimpa keluargamu??” bergegas aku
meninggalkan ratmi yang berceloteh mengenai pertanyaannya, kudapati ibu
menangis membujuk beberapa lelaki kekar agar tidak membawa pergi perabot rumah
tangga yang telah diwadahi di kardus-kardus raksasa. Emosiku tersulut melihat
ibu ditendang oleh salah satu dari lelaki kekar itu “APA YANG KALIAN LAKUKAN DI
RUMAH KAMI??” gelora api amarahku sempurna menyala indah di hadapan mereka, di
hadapan seluruh warga yang menjadikan ini sebagai layar tancap maha dahsyat.
Aku berusaha meraih lengan ibuku tapi salah satu lelaki kekar telah mendahului
gerakanku dan berhasil mencengkeram kerah bajuku “kau mau menjadi pahlawan bagi
keluarga sampah ini hah?” aku menggeliat berusaha menendang kemaluan lelaki itu
namun terlampau jauh “APA YANG KALIAN INGINKAN??” teriakanku lebih mirip kucing
kelaparan dibanding dengan teriakan amarah “heh bocah ingusan! Ayah kau tidak
bisa melunasi hutang-hutangnya pada bos kami jadi tiada salahnya kami mengambil
harta benda kalian untuk melunasi hutang ayah kau yang sok alim itu hah??”
ucapan lelaki itu lebih dahsyat dari sengatan listrik 1000 voltase, aku lemas
lunglai seiring dengan dilepasnya cengkeraman di leherku, mataku nanar melihat
ibu yang masih terus menangis dan semuanya hitam..hitam..hitam..
Ah..malam semakin larut dan gerimis
sepertinya mulai menghiasi, aku masih berdiri menanti hidung belang yang keluar
dari bioskop pesing yang banyak tikusnya, yang memutar film dewasa tanpa tedeng
aling-aling di sudut jalan yang sebagian besar bukanlah orang berduit,
bagaimana tidak..bioskop pesing lebih murah dari sebungkus rokok!! Tapi, mereka
mampu mengeluarkan banyak duit untuk memuaskan nafsu badani mereka dengan
penjaja di jalan. Apakah aku termasuk?? Jiwa ini jelas memberontak namun raga
ini tetap berdiri tenang menanti hidung belang yang brengsek itu!
Aku terbangun dari kegelapan sesaat
setelah sayup-sayup kudengar ancaman para lelaki perkasa itu yang kemudian
meninggalkan ayah yang masih sempat tersenyum. “sudahlah sum..biarkan besok mereka
mengambil marni sebagai jaminan! Yang penting rumah kita tidak disita dan harta
kita tetap utuh!!” cih, permainan macam apa ini?? ayah tega menyerahkan anak
gadisnya sebagai jaminan utang??? Samar melihat ibu menangis di tepi ayah,
sebelum semua kembali gelap..
“sepuluh ribu neng, limabelas menit
aja..gak tahan ini” tawaran lelaki kumal berbau anyir mengembalikan kesadaran
otakku. Bah, apa pula dandananku dan kenikmatan tubuhku dihargai sepuluh ribu
perak! Aku melengos meninggalkan lelaki kumal yang sedang mengumpat sambil
memegang kemaluannya, ah peduli apa dengan kesakitannya..sakit??siapa yang
lebih sakit setelah itu?
“marni..nanti anak buah juragan
subroto mau menjemput kamu supaya kamu bisa bekerja di sana nak..” ibu
membelaiku dengan hati-hati meminta kesediaanku menjadi jaminan atas utang
ayahku “kamu mau kan nak??” “harus mau dia! Kalau tidak, apa kata orang kalau
kita jadi miskin harta??” oh sungguh perkataan ayah membuat hidupku hancur..bagaimana
bisa seorang haji tega mengorbankan anak gadisnya demi harta benda yang aku
yakin itu tidak berkah. Aku masih terdiam dan tak ingin hidup lagi!! Juragan
broto bukan juragan yang baik dan bisa menahan birahi pada gadis-gadis merah
seperti aku. Tini sering merintih, mengeluh kesakitan ketika juragan broto
memaksa memenuhi hasrat birahinya,,aku..aku bukan pelacur, ayah!!
Dunia memang sudah edan! Setelah
menolak lelaki kumal yang kere itu, aku berjalan melewati taman kota yang hanya
diisi oleh berpasang-pasang kekasih saling bercumbu dan meraba-raba!
Benar-benar edan, kenapa pula mereka tidak melakukannya sekalian di alun-alun
atau pasar malam?? Gila! dan apakah aku
juga gila? menjajakan diri ini? Ya Tuhan, aku belum shalat isya.
“kau hati-hati di rumah juragan
broto ya nak..ibu selalu mendoakanmu” aku memalingkan muka tak kuat melihat
derai mata ibu “ingat!apapun yang juragan broto inginkan harus kamu penuhi!
Kalau tidak, rumah dan harta kita bisa dirampas. Apa kau tak kasihan pada ayah
dan ibumu yang sudah berumur ini?” halah, bedebah dengan pesan ayah yang
jelas-jelas menyuruhku menjadi pelacur dari detik ini dan berlanjut ke depannya
bahkan mungkin sampai aku mati...kejam!!
“mau sholat mbak?” sapaan penjaga
masjid atau bisa juga disebut ta’mir membuatku berjingkat dari halaman depan
masjid agung di dekat alun-alun kota, aku meninggalkan ta’mir yang terus
memandangi lekuk tubuhku yang terbalut tank top warna merah dan rok mini di
atas lutut warna hitam sambil menjulur-julurkan lidahnya. Gila, bener-bener
gila!! barangkali poster miyabi tergulung rapi di belakang lemari kecilnya
ckck..dunia benar-benar berpihak pada kaum yang hancur sepertiku. Hancur??
“heh, ayahmu sudah menyerahkan kau
padaku jadi malam ini temani aku tidur sampai aku bosan denganmu. Bah, melihat
tubuhmu mungkin aku tak akan pernah bosan padamu sampai mati hahahaha” bau
busuk dari mulutnya merambah ke seluruh ruangan yang ia sebut sebagai kamar
tapi bagiku, ini adalah neraka versi dunia!! “jangan mendekat! Pergi kau! Aku
bukan wanita murahan seperti yang kau kira” “hahaha sayang sekali manis..ayah
kau lebih memilih kehilangan kau daripada hartanya! Sudahlah, mari kita
bersenang senang berdua” blur... Jadi,
jadi benar bahwa semua ini bukan mimpi? Ya Tuhaaaan..semua samar, hanya desahan
dan erangan yang bisa aku keluarkan ketika tubuh gempal nan kumal menindih
nyawaku..gelap ..
“ah, akhirnya aku bisa mendapat
darah perawan hahahaha bagaimana jika malam ini kau tidur bersamaku lagi,
sayang?” aku sudah tak bisa menangis untuk diriku sendiri, setiap malam aku
menjadi ‘pelacur’ juragan broto. Aku mulai berpikir bahwa tak rela hanya
juragan broto yang dapat menikmati tubuhku sedangkan aku punya banyak kebutuhan
jasmani yang ingin aku dapatkan, aku ingin gaun mewah, aku ingin sepatu berhak
tinggi, aku ingin mengubah tatanan rambutku, aku ingin pergi ke salon untuk
memanjakan tubuhku seperti ratu-ratu kerajaan dongeng..tapi darimana aku dapat
uang jika tiap malam aku ‘melacur’ tanpa dibayar?? Ah, percuma aku hidup jika tak
dapat membeli apa yang aku inginkan!!
Aku tertegun memandangi sepatu hak
tinggi yang masih setia menemani kemanapun aku menjajakan diri, sejak aku kabur
dari rumah juragan broto dan membawa kabur nyawanya haha ternyata aku wanita
yang kejam dan biadab! Bah, biarlah siapa pula yang menjadikan aku seperti ini
hah?? Ayah? Ah Ayah, mengapa kau lakukan semua ini demi harta kita
ayah?Ibu..dimanakah kau? Sungguh aku merindukan kalian. Ayah, inikah yang ayah
inginkan dari hidup yang telah Tuhan berikan padaku? Tanganku hangat..air
mataku menetes kembali untuk yang pertama kalinya.
“bah, kau sudah tak perawan!!
Beraninya datang ke tempatku! Tempatku ini tempat gadis-gadis perawan karena
mereka bisa mendatangkan keuntungan yang besar!! Pergi sana kau, mangkal saja
di pinggir jalan barangkali saja ada hidung belang yang mau memakaimu” derai
tawa mengantarkanku keluar dari sarang pelacur paling top di kota ini.ah aku
tau, laki-laki itu sok menolakku padahal, dia tadi yang telah mencobaku untuk
pertama kalinya, apa bedanya aku dengan gadis-gadis di tempat itu? Yang
diperawani oleh lelaki-banyak-kutil itu? Huh, bedebah! Aku bisa menjajakan diri
ini ke tempat yang lebih baik! Tak munafik, melakukan hal seperti ini sangat
nikmat dengan tak mampu aku lukiskan dengan kata-kata, apalagi jika tarifnya
tinggi hahaha dunia bisa kubeli lah.
Lelah..sepanjang malam aku tak
laku, apakah bedakku kurang tebal? Lipstikku kurang cerah? Bajuku kurang seksi?
Sepatuku kurang tinggi? Ah, mungkin aku hanya terlalu banyak memutar memori
yang membuat wajahku meredup dan mengurangi penghasilan malam ini. ah, sialan!
Masa lalu terlaknat! Jam tangan emasku menunjukkan waktu 00.10 ah sudah pagi
ternyata? Tempat ini sangat gelap tapi sepertinya tak asing entahlah, aku duduk
di batu datarnya tiba-tiba sesuatu yang hangat merembes ke selangkanganku..ah,
apalagi ini?
“selamat bu, anda akan menjadi ibu”
perkataan bidan puskesmas benar-benar menampar wajahku, bagaimana bisa? Selama
ini aku selalu memakai pengaman, kecuali satu..ya lelaki-banyak-kutil itu yang
tak sempat memakai pengaman. Ah brengsek, apa aku mengandung anak setan jahanam
itu? Oh Tuhan, leburkan janin ini dengan tanganMU..aku tak ingin menambah dosa
dengan menggugurkannya, atau jika boleh..leburkan ia dengan aku ikut serta atas
kuasaMU
Ya Tuhan, apa KAU kabulkan doaku
tentang peleburan janin kala itu? Aku hanya bisa tersenyum nanar melihat darah
yang semakin deras mengalir ke selangkanganku dan berkumpul di batu yang aku
duduki. Aku merasa sangat ringan dan tergeletak lemas di atas batu yang ternyata
berjejer dua dengan nama terukir tenang di batu nisan itu H.Parno dan
sampingnya adalah Hj.Suminah. aku bertemu mereka, aku telah berkumpul lagi
dengan mereka “Ah, ayah..ibu..masih adakah surga untukku??” gelap..
No comments:
Post a Comment