Everlasting-nya Tere Lije 6 taun yang
lalu
"Saat kita sedang sendiri,
kesepian, dalam masalah, membutuhkan teman lantas teringat dengan seseorang,
berharap banyak dia akan membantu atau setidaknya mengusir sedikit
gundah-gulana. Apakah itu disebut cinta? Tentu saja. Tetapi kalau demikian, bukankah
cinta jadi tidak lebih dari seperangkat obat? Alat medis penyembuh? Selesai
masalahnya, saat kita kembali semangat, sembuh, maka persis seperti botol-botol
obat, seseorang itu bisa segera disingkirkan. Sementara dong? Temporer? Juga
tentu saja , kecuali kita selalu sakit berkepanjangan dan mulai mengalami
ketergantungan dengan seseorang tersebut. Jika demikian maka cinta jadi mirip
nikotin, candu.
Saat kita ingin selalu bersamanya,
selalu ingin di dekatnya, selalu ingin melihat wajahnya, senyumnya, nyengirnya
bahkan gerakan tangan, gesture, bla-bla-bla. Ingin mendengar suaranya (meski
suaranya fals), tawanya (walalu tawanya cempreng). Apakah itu disebut cinta?
Tentu saja. Bagaimana mungkin bukan cinta? Tetapi kalau hanya demikian, bawakan
saja imitasi seseorang itu ke rumah, taruh seperti koleksi patung, jika ingin
mendengar tawanya, stel sedemikian rupa biar dia tertawa, ingin melihat dia
bicara, stel agar dia bicara. Bukankah hari ini sudah banyak teknologi imitasi
seperti ini? Apakah itu akan berlangsung sementara? Boleh jadi, karena persis
seperti kolektor yang memiliki koleksi barang antik, seberapapun berharganya,
cepat atau lambat rasa bosan akan tiba. Bisa sih disiasati dengan jarang-jarang
melihat koleksi tersebut, jarang-jarang bertemu biar terus kangen dan rindu.
Aduh, kalau demikian maka cinta jadi sesuatu yang kontradiktif, bukankah tadi
dibilang ingin selalu bersamanya?
Saat kita terpesona melihatnya, kagum
menatapnya, begitu hebat, keren, terlihat berbeda, cantik, gagah dan
bla-bla-bla. Apakah itu disebut cinta? Bisa jadi. Tapi jika demikian cinta tak
lebih seperti pengidolaan, keterpesonaan. Jika demikian, solusinya mudah,
pasang saja posternya besar-besar di kamar. Jika kangen, tatap sambil
tersenyum. Taruh fotonya dimana-mana, selesai urusannya. Apakah ini sementara?
Temporer? Tentu saja. Saat idola baru yang lebih keren tiba, saat sosok baru
yang lebih hebat datang, maka idola lama akan tersingkirkan. Jika demikian,
maka cinta tak ubahnya seperti lagu pop, cepat datang cepat pergi. Persis seperti
anggota boyband tahun 80-an, basi di tahun 90-an, boyband tahun 2012, dijamin
basi banget di tahun 2030.
Saat kita tergila-gila, selalu ingat
dengannya, tidak bisa tidur, tidak bisa makan, berpikir jangan-jangan kita
kehilangan akal sehat. Apakah itu disebut cinta? Tentu saja. Tapi jika demikian
maka cinta tak lebih dari simptom penyakit psikis? Sama persis seperti penjahat
yang jadi buronan? Juga tidak bisa tidur, susah makan dan terkadang berpikir
kenapa ia bisa kehilangan akal sehat menjadi penjahat. Sementara? Temporer?
Tentu saja. Waktu selalu bisa mengubur seluruh kesedihan.
Hampir kebanyakan orang akan bilang
“Saya tidak pernah tahu kapan perasaan itu datang. Tiba-tiba sudah hadirlah ia
di hati”. Ada sih yang jelas-jelas mengaku kalau dia cinta pada pandangan
pertama, sekali lihat langsung berdentum hatinya. Tapi di luar itu, meskipun
benar-benar pada pandangan pertama, kita kebanyakan tidak tahu kapan detik,
menit, jam atau harinya kapan semua mulai bersemi. Semua tiba-tiba sudah terasa
something happen in my heart. Terlepas dari tidak tahunya kita kapan perasaan
itu muncul, kabar baiknya kita semua hampir bisa menjelaskan muasal kenapanya.
Ada yang jatuh cinta karena seseorang itu perhatian, seseorang itu cantik,
seseorang itu dewasa, rasa kagum, membutuhkan, senang bersamanya, nyambung,
senasib dan seterusnya dan seterusnya. Dan diantara definisi kenapa tersebut,
ada yang segera tahu persis kalau itu sungguh cinta, ada juga yang berkutat
begitu lama memilah-milah, mencoba mencari penjelasan yang membuatnya nyaman
dan yakin , ada juga yang dalam situasi terus menerus justru tidak tahu atau
tidak menyadarinya kalau semua itu cinta.
Cinta sungguh memiliki begitu banyak
pintu untuk datang. Kebanyakan dari “mata”, mungkin 90% . sisanya dari “telinga”.
Dari bacaan (membaca sesuatu darinya), dari kebersamaan, dari cerita orang
lain, darimana saja lantas otak akan mengolahnya, mendefinisikannya menjadi
sayang, kagum, terpesona, dekan, cantik, ganteng, lucu dan seterusnya, kemudian
hati akan menjadi pabrik terakhir yang menentukan “ya” atau “tidak”. Selesai?
Tidak juga. Masih ada ruang buat prinsip-prinsip, pemahaman hidup, pengalaman
(diri sendiri atau belajar dari pengalaman orang lain) untuk menilai apakah
menerima kesimpulan hati atau tidak.
Ini proses cinta kebanyakan. Tetapi
orang-orang yang paham, maka pintu datangnya cinta bukan sekedar dari mata atau
tampilan fisik saja. Proses mereka terbalik, mulai dari memiliki
prinsip-prinsip, pemahaman-pemahaman yang baik lantas hati dan otak akan
mengolahnya, baru terakhir mata, telinga dan panca indera menjadi simbolisasi
cinta tersebut. Tetapi apapun pintu dan prosesnya, jika akhirnya semua fase itu
terlewati masih ada satu hal penting lainnya yang menghadang, yaitu
kesementaraan. Temporer. Apakah cinta itu perasaan yang bersifat temporer?
Kabar buruknya ya. jangan berdebat soal ini. Sehebat apapun cinta kita, pasti
takluk oleh waktu. Tapi kabar baiknya, meski ia bersifat sementara, kita selalu
memiliki kesempatan untuk membuatnya ‘abadi’, everlasting. Bagaimana caranya?
Dengan pemahaman-pemahaman yang baik, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi, ada
nilai-nilai yang harus dihormati. Pasangan yang memiliki hal tersebut, mereka
bisa menjadikan perasaan cinta utuh semuanya. Maka abadilah perasaan itu.
Terakhir, saat kita selalu
termotivasi untuk selalu berbuat baik hari demi hari, memberikan semangat
positif, terus memperbaiki diri setiap kali mengingatnya, apakah itu juga
disebut cinta? Yaps, inilah hakikat cinta. Saat perasaan itu menjadi energy
kebaikan dan itu tidak berarti kita harus selalu menyampaikan kalimat itu.
Orang-orang yang menyimpan perasaannya, menjaga kehormatan hatinya dan
menjadikan perasaan tersebut sebagai energy memperbaiki diri, maka cinta
menjelma menjadi banyak kebaikan.
Apakah itu juga sementara? Memang
sementara. Nah, semangat semangat untuk memperbaiki diri karena cinta tersebut
akan menjadi jaminan keabadiannya. Percayalah, bagi orang-orang yang memiliki
pemahaman yang baik, cinta selalu datang di saat yang tepat, momen yang tepat dan
orang yang tepat. Semoga semua orang memiliki kesempatan merasakannya."
begitulah, ia bisa jadi abadi ketika
mematuhi rule yang ada meski jelas ia bersifat sementara.
No comments:
Post a Comment