Tapi dewasa
ini?? sayang banget agaknya buku semakin hampir terlupakan seiring tumbuhnya
era digital. Semua serba elektronik dan menggunakan gadget canggih. Bagi
manusia modern jaman digital, gadget adalah kebutuhan pokok sama seperti makan
dan minum. Ke manapun dan di manapun seseorang harus berhubungan dengan gadget.
Sebab, dengan cara itu mereka akan dianggap beradaptasi dengan kemajuan jaman.
Dan tentu saja dengan mudah berkomunikasi dengan teman, kerabat, kolega, klien,
di seluruh penjuru dunia.
Kecanggihan
gadget plus anggapan bahwa manusia yang memiliki gadget adalah manusia canggih
dan keren, membuat banyak orang mulai berburu dan menempeli dirinya dengan
gadget. Image yang sengaja diciptakan oleh produsen gadget agar produk mereka
laku di pasaran. Nah, dulu saja di jaman televisi, buku sudah bertekuk lutut,
apalagi sekarang. Gak ada kerennya blas punya buku banyak dibandingkan yang
punya gadget. Hampir kebanyakan orang gak ada yang bangga punya buku banyak.
Mereka lebih bangga ketika mereka memiliki gadget canggih dan terbaru
sampai-sampai mereka ngantri bin rela ngerogoh kocek dalam-dalam hanya untuk
sebuah gadget.
Fine, sebagai
manusia yang hidup di era digital juga gak banget lah kalo kuper tentang gadget
tapi jangan lupakan juga budaya literatur kita. Yah, lumayan mengerikan dan
bahkan memang benar-benar mengerikan. Karena masyarakat modern semakin jauh
dari budaya literasi. Budaya membaca, menulis, berdiskusi, mendokumentasi
hal-hal yang ada di sekitar. khawatir juga ketika nanti masa telah berganti,
anak-anak generasi yang akan datang tidak akan tahu kondisi masyarakat di era
ini, karena sedikitnya orang yang menulis dan mendokumentasi berbagai kejadian
di masa ini.
Coba deh tengok
masa lalu, banyak penulis yang menyisakan jejak jaman lampau di kertas-kertas.
Bahkan kitab suci kita, al-Qur’an ditulis di lembaran-lembaran yang disebut
mushaf. Kenapa? Kenapa sahabat memerintahkan agar al-qur’an ditulis di
lembaran-lembaran?? Karena tulisan itu abadi dibandingkan apapun. Keberadaan
tulisan-tulisan itu yang akhirnya membuat kita tahu kehidupan di masa lampau.
Mempelajari hal-hal di masa lampau untuk menjadi referensi di masa yang akan
datang. Jika, saat ini budaya itu tergerus oleh budaya instan akibat serbuan
barang-barang digital, lama-lama banyak orang enggan menulis. Jangankan itu,
untuk membeli buku saja merasa tidak mampu. Padahal, harga buku, terjemahan
saja, ada yang dijual Rp 49 ribu per eksemplar. Jauh lebih murah dibandingkan
harga handphone yang paling murah.
Yah, seseorang
menjadi lebih percaya diri ketika bisa memperlihatkan banyak gadget yang dia
punya, tentunya bukan gadget jadul kayak hapeku hahaha..mereka yang punya
blackberry maupun android terbaru seolah-olah adalah orang terkeren di jagad
ini. well, mungkin aku berlebihan n banyak yang gak setuju tentang tulisanku
tapi setidaknya realita di lapangan menunjukkan hal itu :peace: sebab, secanggih apapun gadget, mereka gak
akan bisa menggantikan keunggulan buku sebagai sebuah media komunikasi kita
dengan masa lalu. Secanggih apapun gadget kalau sudah rusak maka dia akan
habis. Tapi, tulisan dalam bentuk buku sangat sulit rusak. Apalagi, kalau
dirawat dengan baik.
Obsesi!!! Yapz,
mereka lebih terobsesi dianggap sebagai orang canggih karena memiliki gadget terbaru
dan menganggap memiliki buku tidak akan mengangkat status sosial mereka.
Kondisi ini yang akhirnya membuat buku semakin dilupakan bahkan dianggap barang
mahal. Meski, harganya sangat murah.
Mahal di sini bukan
karena harga, tapi karena dianggap gak begitu penting. Sekarang gini, kalo
misalnya emang buku dianggap penting, semahal apapun maka akan tetap dibeli.
Banyak baju dan tas bermerek dengan harga jutaan rupiah tetap dibeli orang,
karena mereka dianggap penting dan dibutuhkan. Prioritas memang mempengaruhi
keputusan. Sepanjang seseorang menganggap buku bukan prioritas, maka selamanya
dia tak akan sanggup membeli buku……………
HOW ABOUT YOU?
No comments:
Post a Comment