Tuesday 13 March 2012

pelacur..??


Aku tau, mungkin semua orang di dunia tidak pernah suka dan tidak pernah menghargai sesosok makhluk yang berlabel pelacur. Pelacur hanya tak ubahnya seonggok daging yang busuk, bau lagi menjijikan..yang hanya dibutuhkan ketika daging-daging segar tak mau disentuh oleh sekedar tangan yang nista dan yah, lebih nista dari daging ini. Ah, akupun muak ketika tanganku mulai menjentikkan kalimat-kalimat deskripsi hidupku yang sebenarnya mungkin sudah sering didengar dan diberitakan di media massa abad ini. setidaknya kalian bisa merasakan sedikit dari ruas hidupku.
Brakk..“sumarni itu anakmu pak! Mbok jangan dibentak dan dipukuli seperti itu” suara sedu sedan dini hari memenuhi ruang keluarga Haji Parno, ayahku “Bagaimana tidak bu? Anak yang kau bangga-banggakan telah menjadi pelacur! Pelacur yang lebih hina dan lebih najis dari liur anjing liar! Dia telah menghancurkan nama baik keluarga Haji Parno!” gigi ayahku gemeletuk, tangannya mengepal seolah urat-urat lehernya juga mau keluar, matanya merah menyala sementara aku masih mematung di ujung dinding dengan muka bengap dan darah mengalir di sudut bibirku. Padahal aku hanya bertemu Partono di belakang sekolah, tak lebih “tapi pak, tolong beri kesempatan Marni untuk menjelaskan dan memperbaiki kesalahannya”  rengekan ibuku membuat kepalaku semakin pening dan semuanya menjadi gelap tak terperi. Doa ayah terdengar Tuhan
Perlahan kubuka mataku, mengerjap-ngerjap karena kilau sinar matahari yang menembus jendela kamarku memantul ke guci marmer yang dihadiahkan ayahku dari Singapura ketika usiaku 17 tahun. Aku bukan orang miskin, sangatlah bukan! bahkan Haji Parno adalah orang terkaya di kampungku, 25 tahun silam. Ayah adalah seorang pejabat pemerintah yang sangat dipercaya oleh kalangannya, ia diberi inventaris sebuah mobil dinas dan rumah yang lebih mirip apartemen seperti yang sering aku lihat di televisi hitam putih, sedang ibuku mempunyai usaha bordir yang sangat laris bahkan sampai kalangan ibu-ibu pejabat menghiasi gaun-gaun mereka dengan bordiran ibuku dan kami tidak pernah sekalipun hidup dalam kekurangan dan kesusahan harta benda.
Dalam kehidupan banyak warna yang tak dapat terlukis jelas seperti ketidakjelasan yang selalu mewarnai kehidupan itu sendiri, warna kelabupun mengambil haluan menghampiri jalan hidup kami setelah sekian lama hidup tenang tanpa masalah.. “loh, marni itu rumah kau ramai sekali ada kejadian apa yang menimpa keluargamu??” bergegas aku meninggalkan ratmi yang berceloteh mengenai pertanyaannya, kudapati ibu menangis membujuk beberapa lelaki kekar agar tidak membawa pergi perabot rumah tangga yang telah diwadahi di kardus-kardus raksasa. Emosiku tersulut melihat ibu ditendang oleh salah satu dari lelaki kekar itu “APA YANG KALIAN LAKUKAN DI RUMAH KAMI??” gelora api amarahku sempurna menyala indah di hadapan mereka, di hadapan seluruh warga yang menjadikan ini sebagai layar tancap maha dahsyat. Aku berusaha meraih lengan ibuku tapi salah satu lelaki kekar telah mendahului gerakanku dan berhasil mencengkeram kerah bajuku “kau mau menjadi pahlawan bagi keluarga sampah ini hah?” aku menggeliat berusaha menendang kemaluan lelaki itu namun terlampau jauh “APA YANG KALIAN INGINKAN??” teriakanku lebih mirip kucing kelaparan dibanding dengan teriakan amarah “heh bocah ingusan! Ayah kau tidak bisa melunasi hutang-hutangnya pada bos kami jadi tiada salahnya kami mengambil harta benda kalian untuk melunasi hutang ayah kau yang sok alim itu hah??” ucapan lelaki itu lebih dahsyat dari sengatan listrik 1000 voltase, aku lemas lunglai seiring dengan dilepasnya cengkeraman di leherku, mataku nanar melihat ibu yang masih terus menangis dan semuanya hitam..hitam..hitam..
Ah..malam semakin larut dan gerimis sepertinya mulai menghiasi, aku masih berdiri menanti hidung belang yang keluar dari bioskop pesing yang banyak tikusnya, yang memutar film dewasa tanpa tedeng aling-aling di sudut jalan yang sebagian besar bukanlah orang berduit, bagaimana tidak..bioskop pesing lebih murah dari sebungkus rokok!! Tapi, mereka mampu mengeluarkan banyak duit untuk memuaskan nafsu badani mereka dengan penjaja di jalan. Apakah aku termasuk?? Jiwa ini jelas memberontak namun raga ini tetap berdiri tenang menanti hidung belang yang brengsek itu!
Aku terbangun dari kegelapan sesaat setelah sayup-sayup kudengar ancaman para lelaki perkasa itu yang kemudian meninggalkan ayah yang masih sempat tersenyum. “sudahlah sum..biarkan besok mereka mengambil marni sebagai jaminan! Yang penting rumah kita tidak disita dan harta kita tetap utuh!!” cih, permainan macam apa ini?? ayah tega menyerahkan anak gadisnya sebagai jaminan utang??? Samar melihat ibu menangis di tepi ayah, sebelum semua kembali gelap..
“sepuluh ribu neng, limabelas menit aja..gak tahan ini” tawaran lelaki kumal berbau anyir mengembalikan kesadaran otakku. Bah, apa pula dandananku dan kenikmatan tubuhku dihargai sepuluh ribu perak! Aku melengos meninggalkan lelaki kumal yang sedang mengumpat sambil memegang kemaluannya, ah peduli apa dengan kesakitannya..sakit??siapa yang lebih sakit setelah itu?
“marni..nanti anak buah juragan subroto mau menjemput kamu supaya kamu bisa bekerja di sana nak..” ibu membelaiku dengan hati-hati meminta kesediaanku menjadi jaminan atas utang ayahku “kamu mau kan nak??” “harus mau dia! Kalau tidak, apa kata orang kalau kita jadi miskin harta??” oh sungguh perkataan ayah membuat hidupku hancur..bagaimana bisa seorang haji tega mengorbankan anak gadisnya demi harta benda yang aku yakin itu tidak berkah. Aku masih terdiam dan tak ingin hidup lagi!! Juragan broto bukan juragan yang baik dan bisa menahan birahi pada gadis-gadis merah seperti aku. Tini sering merintih, mengeluh kesakitan ketika juragan broto memaksa memenuhi hasrat birahinya,,aku..aku bukan pelacur, ayah!!
Dunia memang sudah edan! Setelah menolak lelaki kumal yang kere itu, aku berjalan melewati taman kota yang hanya diisi oleh berpasang-pasang kekasih saling bercumbu dan meraba-raba! Benar-benar edan, kenapa pula mereka tidak melakukannya sekalian di alun-alun atau pasar malam??  Gila! dan apakah aku juga gila? menjajakan diri ini? Ya Tuhan, aku belum shalat isya.
“kau hati-hati di rumah juragan broto ya nak..ibu selalu mendoakanmu” aku memalingkan muka tak kuat melihat derai mata ibu “ingat!apapun yang juragan broto inginkan harus kamu penuhi! Kalau tidak, rumah dan harta kita bisa dirampas. Apa kau tak kasihan pada ayah dan ibumu yang sudah berumur ini?” halah, bedebah dengan pesan ayah yang jelas-jelas menyuruhku menjadi pelacur dari detik ini dan berlanjut ke depannya bahkan mungkin sampai aku mati...kejam!!
“mau sholat mbak?” sapaan penjaga masjid atau bisa juga disebut ta’mir membuatku berjingkat dari halaman depan masjid agung di dekat alun-alun kota, aku meninggalkan ta’mir yang terus memandangi lekuk tubuhku yang terbalut tank top warna merah dan rok mini di atas lutut warna hitam sambil menjulur-julurkan lidahnya. Gila, bener-bener gila!! barangkali poster miyabi tergulung rapi di belakang lemari kecilnya ckck..dunia benar-benar berpihak pada kaum yang hancur sepertiku. Hancur??
“heh, ayahmu sudah menyerahkan kau padaku jadi malam ini temani aku tidur sampai aku bosan denganmu. Bah, melihat tubuhmu mungkin aku tak akan pernah bosan padamu sampai mati hahahaha” bau busuk dari mulutnya merambah ke seluruh ruangan yang ia sebut sebagai kamar tapi bagiku, ini adalah neraka versi dunia!! “jangan mendekat! Pergi kau! Aku bukan wanita murahan seperti yang kau kira” “hahaha sayang sekali manis..ayah kau lebih memilih kehilangan kau daripada hartanya! Sudahlah, mari kita bersenang senang berdua”  blur... Jadi, jadi benar bahwa semua ini bukan mimpi? Ya Tuhaaaan..semua samar, hanya desahan dan erangan yang bisa aku keluarkan ketika tubuh gempal nan kumal menindih nyawaku..gelap ..
“ah, akhirnya aku bisa mendapat darah perawan hahahaha bagaimana jika malam ini kau tidur bersamaku lagi, sayang?” aku sudah tak bisa menangis untuk diriku sendiri, setiap malam aku menjadi ‘pelacur’ juragan broto. Aku mulai berpikir bahwa tak rela hanya juragan broto yang dapat menikmati tubuhku sedangkan aku punya banyak kebutuhan jasmani yang ingin aku dapatkan, aku ingin gaun mewah, aku ingin sepatu berhak tinggi, aku ingin mengubah tatanan rambutku, aku ingin pergi ke salon untuk memanjakan tubuhku seperti ratu-ratu kerajaan dongeng..tapi darimana aku dapat uang jika tiap malam aku ‘melacur’ tanpa dibayar?? Ah, percuma aku hidup jika tak dapat membeli apa yang aku inginkan!!
Aku tertegun memandangi sepatu hak tinggi yang masih setia menemani kemanapun aku menjajakan diri, sejak aku kabur dari rumah juragan broto dan membawa kabur nyawanya haha ternyata aku wanita yang kejam dan biadab! Bah, biarlah siapa pula yang menjadikan aku seperti ini hah?? Ayah? Ah Ayah, mengapa kau lakukan semua ini demi harta kita ayah?Ibu..dimanakah kau? Sungguh aku merindukan kalian. Ayah, inikah yang ayah inginkan dari hidup yang telah Tuhan berikan padaku? Tanganku hangat..air mataku menetes kembali untuk yang pertama kalinya.
“bah, kau sudah tak perawan!! Beraninya datang ke tempatku! Tempatku ini tempat gadis-gadis perawan karena mereka bisa mendatangkan keuntungan yang besar!! Pergi sana kau, mangkal saja di pinggir jalan barangkali saja ada hidung belang yang mau memakaimu” derai tawa mengantarkanku keluar dari sarang pelacur paling top di kota ini.ah aku tau, laki-laki itu sok menolakku padahal, dia tadi yang telah mencobaku untuk pertama kalinya, apa bedanya aku dengan gadis-gadis di tempat itu? Yang diperawani oleh lelaki-banyak-kutil itu? Huh, bedebah! Aku bisa menjajakan diri ini ke tempat yang lebih baik! Tak munafik, melakukan hal seperti ini sangat nikmat dengan tak mampu aku lukiskan dengan kata-kata, apalagi jika tarifnya tinggi hahaha dunia bisa kubeli lah.
Lelah..sepanjang malam aku tak laku, apakah bedakku kurang tebal? Lipstikku kurang cerah? Bajuku kurang seksi? Sepatuku kurang tinggi? Ah, mungkin aku hanya terlalu banyak memutar memori yang membuat wajahku meredup dan mengurangi penghasilan malam ini. ah, sialan! Masa lalu terlaknat! Jam tangan emasku menunjukkan waktu 00.10 ah sudah pagi ternyata? Tempat ini sangat gelap tapi sepertinya tak asing entahlah, aku duduk di batu datarnya tiba-tiba sesuatu yang hangat merembes ke selangkanganku..ah, apalagi ini?
“selamat bu, anda akan menjadi ibu” perkataan bidan puskesmas benar-benar menampar wajahku, bagaimana bisa? Selama ini aku selalu memakai pengaman, kecuali satu..ya lelaki-banyak-kutil itu yang tak sempat memakai pengaman. Ah brengsek, apa aku mengandung anak setan jahanam itu? Oh Tuhan, leburkan janin ini dengan tanganMU..aku tak ingin menambah dosa dengan menggugurkannya, atau jika boleh..leburkan ia dengan aku ikut serta atas kuasaMU
Ya Tuhan, apa KAU kabulkan doaku tentang peleburan janin kala itu? Aku hanya bisa tersenyum nanar melihat darah yang semakin deras mengalir ke selangkanganku dan berkumpul di batu yang aku duduki. Aku merasa sangat ringan dan tergeletak lemas di atas batu yang ternyata berjejer dua dengan nama terukir tenang di batu nisan itu H.Parno dan sampingnya adalah Hj.Suminah. aku bertemu mereka, aku telah berkumpul lagi dengan mereka “Ah, ayah..ibu..masih adakah surga untukku??” gelap..

No comments:

Post a Comment

Search This Blog